Dalam kitab suci al-Qur’an, tepatnya setelah QS. al-Fatihah,
yang merupakan induk al-Qur’an sekaligus kesimpulannya, hal pertama yang
ditemukan adalah uraian tentang fungsi al-Qur’an sebagai petunjuk bagi
orang-orang bertakwa, sedangkan sifat pertama orang-orang bertakwa adalah
yu’minuna bi al-ghaib (percaya yang gaib).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan gaib dengan
sesuatu yang tersembunyi, tidak kelihatan, atau tidak diketahui sebab-sebabnya.
Sementara, kamus berbahasa Arab menjelaskannya dengan antonim dari syahadat.
Kata syahadat berarti hadir atau kesaksian, baik dengan mata kepala maupun mata
hati. Jika demikian, yang tidak hadir adalah gaib. Sesuatu yang tidak
disaksikan juga adalah gaib. Bahkan, sesuatu yang tidak terjangkau oleh
pancaindra juga merupakan gaib, baik disebabkan oleh kurangnya kemampuan maupun
oleh sebab-sebab lainnya.